Senin, 21 Januari 2008

Asal Nama

Asal Nama

Nama keluarga lokal

Seorang wanita Padang/Minangkabau
Hanya ada beberapa suku bangsa di Indonesia yang menggunakan sistem nama keluarga yang diwariskan turun-temurun.
Nama keluarga Batak
Nama keluarga Minangkabau
Nama keluarga Manado

[sunting] Nama patronymik
Sistem penamaan yang umum digunakan di Eropa ini (lihat Nama) tidak populer di Indonesia. Sistem ini dalam bahasa Indonesia menambahkan nama sang ayah disertai akhiran -putra untuk anak lelaki, atau -putri untuk anak perempuan. Tokoh terkenal yang mempopulerkan/memperkenalkan sistem ini adalah anak-anak mantan presiden Soekarno: Megawati Soekarnoputri, Guntur Soekarnoputra, Guruh Soekarnoputra, Sukmawati Soekarnoputri.

[sunting] Nama matronymik
Sistem ini hampir sama dengan patronymik namun menggunakan nama sang ibu karena menganut sistem kekerabatan matrilineal. Suku Minangkabau adalah kelompok suku matrilineal terbesar di dunia dan adalah suku terbesar keempat di Indonesia. Kebiasaan seperti ini sangatlah unik di tengah-tengah negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam.

[sunting] Nama Aceh
Nama Islam memiliki keunikan tersendiri karena Aceh adalah satu-satunya provinsi di Indonesia yang menerapkan syariat Islam dan hampir seluruh penduduknya beragama Islalm. Kebudayaan Islam yang telah mengakar di Aceh dan bertalian dengan kebudayaan setempat memunculkan nama-nama khas Cut, Teuku, Nyak, dan lain-lain.
Nama Aceh biasanya identik dengan agama Islam, walaupun tidak berarti semua pemilik nama bernuansa Aceh beragama Islam.

[sunting] Nama Bali
Nama Bali memiliki keunikan tersendiri karena Bali adalah satu-satunya pulau di Indonesia yang hampir seluruh penduduknya beragama Hindu. Kebudayaan Hindu yang telah mengakar di Bali dan bertalian dengan kebudayaan setempat memunculkan nama-nama khas I Gede, I Made, I Ketut, I Bagus, dan lain-lain.
Nama Bali biasanya identik dengan agama Hindu, walaupun tidak berarti semua pemilik nama bernuansa Bali beragama Hindu.

[sunting] Nama Tionghoa
Nama Tionghoa khususnya digunakan oleh masyarakat Tionghoa-Indonesia. Kebanyakan di antara mereka yang menggunakan nama Indonesia memiliki dua nama, yang satu adalah nama yang tertulis di akte kelahirannya (nama Indonesia / nama Tionghoa dengan aksara Latin, biasanya digunakan ejaan suku asal mereka) dan nama Tionghoa asli mereka yang diwariskan secara turun temurun (tidak tercatat dalam dokumen resmi manapun, hanya dihafalkan oleh keluarga saja).
Seiring dengan modernisasi, banyak keluarga-keluarga Tionghoa-Indonesia muda yang mulai meninggalkan tradisi menamai anak-anak mereka dengan nama Tionghoa. Mereka yang mendapat pendidikan Barat biasanya mengadopsi tatacara penamaan Barat untuk keluarga yang mereka bangun, kecuali generasi orangtua mereka ikut campur tangan.
Di bawah pemerintahan Presiden Soeharto, untuk mengasimilasi etnis/suku Tionghoa-Indonesia ke dalam tatanan masyarakat setempat, maka dikeluarkanlah peraturan untuk mengganti nama Tionghoa mereka menjadi nama Indonesia. Hal ini menciptakan kesulitan dan kebingungan di kemudian hari dan sama sekali tidak membantu proses asimilasi karena nama yang digunakan biasanya bercorak Eropa dan nama marga Tionghoa yang diindonesiakan tetap menunjukkan jati diri kesukuan mereka. Secara umum ada dua reaksi terhadap peraturan baru tersebut: kelompok yang merubah nama mereka (untuk alasan yang berbeda-beda), contohnya Liem Sioe Liong yang mengganti namanya menjadi Sudono Salim dan kelompok yang mempertahankan nama mereka, hanya tidak menggunakan karakter Tionghoa, namun huruf Latin (yang khas Indonesia, karena dipengaruhi cara pengejaan setempat), contohnya Liem Swie King dan Kwik Kian Gie. Sementara kelompok yang kedua hanya memiliki satu nama saja dan nama keluarganya terletak di depan, kelompok yang pertama mempertahankan kedua-dua nama mereka dan mempergunakannya silih berganti sesuai dengan keadaan. Nama keluarga kelompok yang pertama juga diletakkan di belakang, dan tidak ada konsensus resmi (dikarenakan minimnya komunikasi dan persebarannya di seluruh Indonesia) tentang transliterasi dari marga Tionghoa resmi (Liem, Tio, Kwik, dll) menjadi ejaan Indonesia (Liem menjadi Salim, Halim, Limawan, dll).

[sunting] Nama Arab
Nama Arab khususnya digunakan oleh masyarakat Arab-Indonesia dan penganut Islam yang lainnya. Keturunan orang Arab yang menetap di Indonesia masih menggunakan nama marga Arab mereka (contoh: Assegaf, Shihab, dll). Nama-nama depan yang bernuansa Arab cukup populer digunakan oleh orang Indonesia karena latar belakang agama Islam yang kental pada nama-nama Arab seperti Amir, Rashid, Saiful, Bahar, yang bervariasi tergantung ejaan masing-masing daerah asal mereka. Nama-nama tersebut selain dipakai sebagai nama depan juga tidak jarang digunakan sebagai nama belakang atau nama keluarga.
Nama Arab biasanya identik dengan agama Islam, walaupun tidak berarti semua pemilik nama bernuansa Arab beragama Islam.

[sunting] Nama India
Nama India khususnya digunakan oleh masyarakat India-Indonesia. Keturunan orang India yang menetap di Indonesia masih menggunakan nama marga India mereka (contoh: Punjabi, Azhari, Haque, Sinivasan, Singh, dll). Banyak nama orang Indonesia yang menggunakan nama-nama India atau Hindu, meskipun tidak berarti bahwa mereka beragama Hindu. Nama-nama seperti "Yudhistira Adi Nugraha", "Bimo Nugroho", "Susilo Bambang Yudhoyono", semuanya mencerminkan pengaruh India yang sangat kuat di Indonesia.
Selain itu di beberapa tempat, tampak sisa-sisa keturunan masyarakat India yang telah berbaur dengan masyarakat Indonesia. Nama-nama keluarga di kalangan masyarakat Batak Karo, seperti Brahmana dan Gurusinga yang bernuansa India, menunjukkan warisan tersebut.

[sunting] Nama Eropa
Pemeluk agama Katolik (dan juga kadang Protestan) biasanya menggunakan nama baptis bercorak Latin (contoh: Johannes, Paulus, Antonius, Anastasia), sementara pemeluk agama Protestan (dan juga kadang Katolik) biasanya memberikan nama anak mereka nama-nama dalam bahasa Inggris (contoh: George, Harry, John, Stephanie, Melinda). Kelompok yang ketiga menggunakan nama-nama, baik Latin maupun Inggris, dan mengindonesiakannya (contoh: Antoni, Heri, Joni, Stefani). Masyarakat non-Kristen Indonesia juga terkadang menggunakan nama-nama asing yang tidak begitu berhubungan dengan kekristenan (contoh: Tony, Julie).
Nama Eropa biasanya identik dengan agama Kristen, walaupun tidak berarti semua pemilik nama bernuansa Eropa beragama Kristen.

[sunting] Kombinasi
Karena keragaman budaya di Indonesia, tidak jarang ditemui kombinasi nama-nama di atas seperti Ricky Hidayat (Inggris-Arab) atau Lucy Wiryono (Inggris-Jawa).

Tidak ada komentar: